BREAKING

Minggu, 21 Juli 2013

Supak Mencari Putri Raja

” Tok, tok, tok ... tok! Tok, tok, tok ... tok !” suara bertingkah. Bunyinya percis lagu tari manasai. Sebentar-sebentar terdengar gelak tertawa. Itulah Supak dan Gantang. Kedua anak itu kakak beradik. Gantang anak tertua. Adiknya bernama Supak. Umumnya orang kampung memanggil kedua anak tersebut dengan menyebut namanya sekaligus. Entah mengapa, tidak diketahui dengan jelas. Mungkin juga karena kakak beradik itu tidak pernah berpisah. Dimana ada Supak disitu ada Gantang. Supak adiknya, memiliki sifat peramah. Tutur bahasanya lemah lembut. Kata-kata kasar tidak pernah keluar dari mulutnya. Semua orang rata-rata senang kepadanya. 

Gantang mempunyai sifat yang berbeda. Ia termasuk anak pengasar, dan congkak. Mudah marah, walaupun ia senang bergurau. Itu pula sebabnya, jarang ia diajak bermain oleh kawan-kawannya. Terkecuali kalau ada Supak. Dan mungkin juga itulah sebabnya orang lebih senang mendahulukan nama Supak, baru nama Gantang. Pagi itu, mereka berdua disuruh ibunya pergi memancing ke sungai. Sambil menghanyut kehilir, gagang pengayuh dipukul kebibir perahu. Pukulan itulah yang membuat bunyi tadi, bertingkah gembira. Karena asyik sekali, akhirnya mereka samapai di dekat kota raja. 

Mendengar suara gaduh itu, pengawal melapor kepada raja. Perintah penangkapan segera dikeluarkan. Supak dan Gantang segera digiring untuk menghadap raja. Dengan tubuh gemetar, kedua anak itu terpaksa menurut. Supak sendiri sambil menangis, memohon ampun. Cuma Gantang yang terlihat agak tenang. Namun ia tidak berani berkata sepatahpun. ”Siapa namamu?” gertak raja dengan muka merah padam. ”Nama hamba Supak! Ini, kakak hamba, namanya Gantang, tuanku,” jawab Supak diantara isak tangisnya. ”Apakah kalian tidak tahu, bahwa putri Hintan, anakku diculik? Dan larangan sebelum putriku ditemukan tidak boleh berbuat gaduh?” ”Ampun tuanku! Sedikitpun hamba berdua tidak tahu, ”jawab Gantang. ”Kalian berdua telah melanggar peraturanku. Sekarang juga kalian dimasukkan kepenjara,” titah raja. 

Mendengar keputusan itu, tangis Supak semakin menjadi-jadi. Disela-sela tangisnya ia minta ampun dan mohon belas kasihan dari raja. Gantang sendiri tampak bingung dan diam saja. ”Ampun, tuanku. Kalau boleh, kami berdua jangan dihukum. Kasihan ibu hamba apabila mendengar berita ini. Beliau sudah tua. Dan 
beliau pulalah yang menyuruh hamba berdua pergi memancing. Dirumah, kami tidak memiliki makanan apa-apa lagi,” kata Supak menghiba. ”Jangan sedih, dik!
Yakin saja, tuanku tidak akan menghukum kita berdua,” ujar Gantang menghibur adiknya. Mendengar akan hal itu, timbul rasa iba dihati raja. ”Baik! Bila demikian, kalian berdua tidak saya masukkan dalam penjara. Tetapi ingat, saya perintahkan kalian berdua mencari tuan putri. Apabila dalam tujuh hari tidak ditemukan, kalian menerima hukuman pancung. Pengawal, bawa mereka keluar!” Baik tuanku! Tetapi bagaimana kami berdua pergi, makanan juga tidak ada?” usul Supak semakin berani. ”Baiklah! Nanti akan diberikan kepadamu!” seraya memerintah pengawal menyiapkan permintaan kedua anak itu. 

Ibunya terkejut, melihat anaknya datang dengan membawa makanan bermacam-macam. Dilihatnya pula Supak menangis. Semula dikiranya kedua anaknya berkelahi. ”Tetapi dari mana makanan sebanyak itu pikirnya dalam hati. Seumur hidup, baru sekali itu mereka melihat makanan sebanyak itu. Malah ada di antaranya yang makannyapun mereka tidak pernah. 
Berganti-ganti mereka berdua menceritakan ikhwalnya. Mendengar cerita tadi, ibunya ikut menangis sedih. Bagaimana nasib kedua anaknya bila tuan puteri tidak ditemukan. Mau dicari, entah di mana rimbanya. 

Hampir semalam suntuk, perempuan itu tidak dapat tidur. Disampingnya, Supak dan Gantang sudah tidur lelap. Mungkin terlalu lelah tadi. Berkali-kali ditatapnya wajah kedua anaknya berganti-ganti. Terbayang olehnya, wajah anaknya, bila dijatuhi hukuman nanti. Tidak terasa, air mata perempuan itu meleleh keluar. Ia bangkit, seraya mengambil beras kuning. Di tangannya, sebuah tempat perapian kecil, dari tempurung kelapa. Kemenyan dibakar sambil tangannya mengayun beras kuning di atas asap. Berkali-kali beras ditaburkan. Mulutnya komat-kamit, mengucapkan kata-kata yang kurang jelas didengar. 

Sesudah itu, baru ia tertidur. Pagi-pagi sekali, mereka bertiga telah bangun. Saat ibunya sibuk memasak di dapur, Supak dan Gantang sibuk pula menyiapkan barang bawaan mereka berdua. Selesai makan, pagi itu mereka berdua berangkat. Sebelumnya, ibu itu berpesan. Agar Supak dan Gantang mencarinya kearah matahari terbenam. Siapa tahu putri Hintan dibawa ke sana. Menurut mimpinya malam tadi, besar kemungkinan, tuan putri dibawa ke arah tersebut. Demikianlah Supak dan Gantang naik bukit turun bukit. Di mana hari mulai gelap, di situlah mereka berdua tidur. Makanan yang dibawanya, dimakannya sedikit-sedikit. 

Keduanya khawatir, kalau-kalau makanan habis, tuan putri belum juga ditemui. Pada hari kelima, kedua kakak beradik itu tiba di tepi danau. Danau tersebut cukup luas. Di tengahnya tampak sebuah pulau kecil. Selesai makan, mereka berdua melakukan pekerjaan masing-masing. Gantang berbaring di tanah, langsung tertidur. Supak sendiri, duduk-duduk di tepi danau itu. Cahaya matahari senja yang kilau kemilau, membuat danau tersebut sangat indah. Matahari yang menyerupai bola merah, tinggal sebelah lagi, tenggelam ke permukaan air. 

Saat Supak merenung-renung demikian, ia kaget setengah mati. Pusaran air sebesar rumah, dengan gelembung sebesar niru, tampak dihadapannya. Hampir saja ia berteriak. Tiba-tiba muncul seekor naga besar ”Cucuku, Supak!” kata naga itu. ”Jangan takut! Aku tahu engkau dengan kakakmu Gantang, ada di sini. Ibumu telah memberitahukannya kepadaku. Aku, naga sahabat almarhum kakekmu dulu.
Aku tahu apa yang kalian risaukan. Putri Hintan yang kamu cari ada di istana di tengah danau ini. Panggilkan! Aku mengantarkan kamu berdua ke sana.” Mendengar pembicaraan naga itu, Supak bangkit membangunkan kakaknya. Tanpa membuang waktu, keduanya naik ke atas punggung naga tersebut. Dan berpegang pada tanduknya, yang berwarna kuning keemasan. Anehnya, pakaian mereka sedikitpun tidak basah. Tidak lama kemudian, merekapun tiba di pantai tempat istana tadi. ”Naiklah cucuku! Sekarang, jemputlah putri Hintan! Dia sudah mengetahui kedatanganmu. Seekor lopan besar, sudah kakek suruh untuk 
menemuinya. Cepat sedikit, dan aku tetap menunggu di sini!” perintah naga. 

Supak dan Gantang segera naik. Semula, Supak menyuruh kakaknya untuk menemui puteri. Tetapi Gantang menolak, tidak berani. Akhirnya, Supak berangkat. Dari jauh, terlihat suasana istana ramai sekali. Jelas kelihatan, orang di dalamnya keluar masuk. Suaranya cukup gaduh. Dengan berjingkat-jingkat, Supak mendekat. Di sudut kanan istana, di tempat yang agak gelap, ia melihat seseorang. 

Kelihatannya orang itu bukan seorang perempuan. Supak ragu. Jangan-jangan orang tersebut, pengawal istana. Sambil mendekat Supak berpikir. Seandainya orang tersebut bukan tuan putri mau tidak mau ia harus mengadu kekuatan dulu. Baru ia masuk mencari tuan putri. 

Begitu Supak telah dekat benar, orang tersebut memberi isyarat. Tahulah ia sekarang. Orang itu pasti putri Hintan. Rupanya putri Hintan menyamar mejadi seorang laki-laki. Agar pengawal tidak menaruh curiga kepadanya. Secepat kilat Supak melompat mendekat. Tangan putri Hintan ditariknya dan merekapun berlari kearah semula. 

Dari keterangan tuan putri itulah, Supak tahu, bahwa di istana tadi raja sedang berpesta. Raja bersukaria, telah mendapatkan putri Hintan. Sebelum naik ke darat, naga berpesan agar hati-hati. Seba tidak mustahil, bahaya masih ada di depan mereka. Supak, Gantang dan putri Hintan naik ke darat. Setelah mengucapkan terimakasih, naga tersebut langsung menghilang. Malam itu juga mereka bertiga lari pulang. Untung saja, jalan yang dilalui sore tadi, masih dapat diikuti. Hampir tengah malam, mereka berhenti sebentar untuk istirahat. Rupanya karena terlalu lelah, mereka langsung tertidur lelap. Tiba-tiba, datang seekor naga yang jahat. 

Tanpa diketahui oleh Supak dan Gantang, tuan putri diculik lalu dibawa pergi. Waktu bangun pagi-pagi sekali, mereka berdua terkejut. Putri Hitan tidak kelihatan. Setelah diteliti tanpak dengan jelas, bekas sesuatu ditanah. Keduanya yakin, bahwa putri Hintan, telah diculik lagi. Hanya entah siapa pelakunya. Bergegas Supak dan Gantang berlari menelusuri bekas itu. Tidak sulit, sebab dedaunan, kayu-kayu kecil semua rebah seperti kena tebas saja. Lewat tengah hari, keduanya sampai ke ujung. Dan langsung turun ke dalam sebuah gua. Gua itu dalam dan gelap Supak dan Gantang sudah dapat memperkirakan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh naga. 

Lama Supak dan Gantang mencari akal. Akhirnya mereka berdua menganyam rotan untuk turun. Setelah selesai, Supak menyuruh kakanya turun. Tetapi Gantang menolak. Terpaksa Supak, yang menyanggupinya. Sesampai didasar gua, keadaan gelap gulita. Baunya juga kurang sedap. Tidak jauh dari situ,tampak ada cahaya. Dengan berjingkat-jingkat Supak mendekat. Dari jauh terlihat olehnya seekor naga besar. Rupanya naga itu telah mengetahui kedatangan Supak. 
Terjadilah perkelahian sengit. Beberapa jam perkelahian itu, belum juga berakhir. Di saat tenagnya hampir habis, Supak menerahkan seluruh kekuatannya. Naga mengaung nyaring. Dan seketika itu juga roboh langsung mati. Betapa gembira hati putri Hintan melihat Supak memenangkan perkelahian tadi. Berkali-
kali ia mengucapkan terimakasih. Cincin dijari manisnya, langsung dilepas. Lalu dipasangnya pada jari tangan Supak, sebagai ucapan terimakasihnya. Tanpa membuang waktu, Supak menarik tangan putri Hintan lalu 
dimasukkannya ke dalam keranjang. Setelah memberi isyarat, tali ditarik Gantang ke atas. 

Berjam-jam Supak menunggu keranjang diulurkan kepadanya. Tetapi tidak juga kunjung tiba. Akhirnya, Supak pun mengerti. Pasti kakaknya telah lari membawa putri Hintan ke istana. Di sana ia akan bercerita bahwa dialah yang menyelamatkan putri Hintan. Dan ia sendiri, mungkin dikatakan telah mati. 

Dalam keadaan gelap itu Supak duduk termenung. Air matanya menetes keluar. Sampai hati kakaknya memperhatikannya demikian. Tiba-tiba terdengar ada suara memanggil: ”Supak, cucuku! Lihat di atas kepalamu, ada tali. Cepat naik! Jangan takut, aku menunjukkan jalan untuk pulang. Kakakmu, dan putri Hintan sudah ada di istana. Aku akan mengatur segalanya!” Supak kaget mendengar suara tadi. Ia tengadah ke atas. Dilihatnya tali beranyam, diulurkan dari mulut gua. Cepat-cepat ia naik. Ia menoleh kekiri dan kekanan. Tetapi tidak ada sesuatu yang dilihatnya. 

Setelah berjalan sekitar sepuluh langkah. Dilihatnya ada jalan lurus di hadapannya. Walaupun perutnya terasa lapar sekali, wajahnya tampak ceria. Sambil bersiul kecil, Supak menelusuri jalan itu. Betapa terkejut hatinya tahu-tahu ia sudah berada di belakang rumah mereka. ”Benarkah ini, rumah kami dengan ibu?” katanya dalam hati. 

Lama Supak berdiri tertegun, berkali-kali ia menggosok matanya. Kalau-kalau salah penglihatannya. Setelah ia yakin rumah tadi milik mereka, Supak berjalan perlahan sambil mendekat. Dicarinya ibunya tetapi tidak ada. ”Mungkinkah ibu sudah mati? Ataukah sudah dibawa kakak ikut ke istana?” tanyanya dalam hati. 

Sehari kemudian Supak ingin mencoba melihat keadaan di kota raja. Ia heran melihat penduduk berjejal di pinggir jalan. Dari keterangan salah seorang, mereka menunggu kereta raja lewat. Hari itu, pengantin putri Hintan dengan Gantang diarak keliling. Semua rakyat dihimbau untuk menyaksikannya. Supak merasa tertarik. Ia menyusup di atara kerumunan orang-orang itu. Tidak lama kemudian, terdengar bunyi genderang. 

Derap kaki pengawal membuat penonton tampak kagum. Dari jauh, Supak melihat kereta itu mendekat. Jelas kelihatan di dalamnya Gantang melambaikan tangan. Sebaliknya putri Hintan tidak bergerak sedikitpun. Wajahnya juga tampak muram saja. Rakyatnyapun heran. Tidak biasanya seorang pengantin demikian. Apalagi seorang putri raja. Kepala pasukan pengawal menjadi bingung. Mendadak perintah dari putri Hintan agar arak-arakan harus berhenti. Bergegas putri Hintan turun dari kereta. Langsung menyerbu ke tengah kerumunan penonton. Rupanya putri sempat melihat Supak di tengah orang banyak itu. Seluruh penonton tercengang-cengang.

Supak langsung dirangkul oleh putri Hintan. Tangan Supak ditarik oleh putri naik ke atas kereta. Semula Supak melawan. Mendengar teriakan putri Hintan, bahwa ialah yang menyelamatkannya. Supak terpaksa mengalah. Melihat peristiwa tadi, Gantang kebingungan. Tanpa berpikir panjang ia melompat dari kereta. Terus lari pontang panting. Sesampainya di istana, putri
Hintan menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Raja baru mengerti, ibu Supak sangat gembira sekali. Semula hatinya sangat sedih. Menurut anaknya Gantang, Supak telah mati berkelahi dengan naga. Akhirnya, raja membuat pesta kembali. Untuk perkawinan Supak dengan anaknya putri Hintan. Pesta perkawinan itu sangat meriah. Kedua mempelai itu sungguh sepadan. Wajah putri, tampak berseri-seri. Demikian juga Supak.
Beberapa tahun kemudian, raja menyerahkan pemerintahannya kepada Supak menantunya. Begitulah Supak memerintah dengan adil bijaksana. Kakaknya Gantang, diangkatnya menjadi Pimpinan istana. Demikian pula ibunya. Beliau merasa sangat bahagia, sampai kepada akhir hayatnya.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

1 komentar:

 
Copyright © 2013 DAYAK NEWS
Design by FBTemplates | BTT