BREAKING

Senin, 22 Juli 2013

Berbagi kisah tentang Panglima Burung dari Dayak

Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan. OLDUE.COM

Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati.

Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.

Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.

Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang. Riuh rendah tak berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkup–yang oleh orang Dayak Ngaju disebut Danum Kaharingan Belum.

Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.

Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan 
mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.

Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.
Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.
Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya–entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan sosial, dan lain-lain–tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak. 

Orang dayak itu putih2 lugu seperti orang badui di ujung kulon terbuka dan ramah2.Tapi kalo dah perang .....kacau

ngayu ..
kepercayaan suku di dayak ngumpulin kepala orang agar roh orang itu menjaga suku kaumnya, rambut yg dikumpul di tarok di belakang gangang goloknya makin tebal makin sakti dan gengsinya makin tinggi pula... ya ini tradisi jaman dulu yg dilarang waktu pemerintahan Belanda. Sebenarnya ini khasanah budaya kita.
Seperti orang di perbatasan papua nyolong orang buat di makan..
Masih animisme.....tentu serem bangeeeet.

Kalo boleh cerita sih ...
Panglima Burung Pimpinanya Wanita dan terbang menembus hutan Formasi seperti segi tiga makin ke belakang makin banyak...
Mata badan seperti logam tidak ada bulatan hitam
Ini diliat live wartawan teman adik yg meliput kesana waktu itu maaf ...orang m*** mengungsi ke markas tni supaya tidak mendekat pihak piket melontarkan peluru ...orang dayak itu tidak ada yg roboh sepertin tidak terjadi apa2.....tapi para penyerang tdk jsampe masuk...
Dan waktu die naik bis pernah juga sekelebat mandau terbang di dalam bis dan tepat mengena orang tertentu didalam bis... ini yg buatnya stress...
wilayah yg di lewatin ikut gabung

Mangkok merah di tuang sekeliling kampung dan di sungai, orang yg bukan keturan dayakpun pasti terasuki hawa perang bahkan bisa lebih gila lagi ini cerita orang2 melayu yg kena bahkan darah korban di minum, setelah kerusuhan reda maka banyaklah orang melayu yg stress karna perbuatan mereka dulu.....Dan suku di hulu sungai pasti tau orang yagn di hilir kirim berapa orang untuk perang sedangkan yg nuang makok orang yg di hilir...aliran sungai dari hulu ke hilir. Dan janjinya menyerang pasti diserang makanya kudu mengungsi....

Waktu konfrontasi sama malaysia.. malaisia memekarkan wilayah wilayah suku dayak terkena.
Malaysia menurunkan Pasukan, pasukan di pinjam dari Inggris yaitu pasukan elit dunia GURKA (orang2 keahlian berperang asal wilah tibet sekutunnya ingris).
Kali ini pasukan malasia itu kalah sama orang dayak. dengan senjata sederhana mandau....he..he

Dan pada kedatangan Sultan Sambas sempat perang ...tapi tidak kontak
Palima burung dengan ilmu tertingginya dan pasukan sedang terbang di hutan menyerang kesultanan Sambas dengan ayat Kitabullah kalo ngk salah ayat qursy...rontoklah pasukan tersebut maka mereka takluk sama Kesultanan Sambas....karna ngak sempat kontak tidak terjadi pertumpahan darah makanya orang melayu dan dayak akur2 aja.

Kalo cerita livenya sih saudaraku yg berguru sampe ilmu terakhir digunung semunya angka 3. 3 bulan cari guru dan gurunyapun 3 orang temanya dah cukup pulang tapi saudaraku tetap pingin berguru lagi maka nunjuk di gunung itu ...singkat cerita setelah berguru denga seorang digunung 3 hari kemudian gurunya meninggal. dapet oleh2 mandau titiknya aku lupa 3 atau 4
titik atau berapalah tapi yg jelas besinya seperti baja putih. di titk mandau ini bukan banyaknya2 korban tetapi logam2 lain yang di tanam di mandau itu dan mata sebelah seperti pahat kalau 2 belah seperti parang biasa ya buat kekebun katanya....
Banyak juga ceritanya ada lagi tiupan seperti seruling untuk memanggil pasukan itu (panglima Burung). Ini yg di lakukanya waktu pembersihan ilmu di rumah kebetulan saudara yg lain ingin membuangnya perlu tahunan..karna bawaanya galak melu2..
lama nyari ilmunya dan lama juga membuangnya kalo ditanya apa hasilnya ZIRO kanya 0 besar....he..he ya saya maklum karna ia orang kecil yg kerja di tempat yg keras ABK kapal...
Salah satu kekhasan suku Dayak adalah adanya seseorang Raja Dayak yang di kenal sebagai Raja Hulu Aiq (RHA). Tidak seperti raja yang lain, RHA tidak mempunyai kekuasaan politis; beliau bukanlah seorang raja dengan pemerintahan feodal. Pada kenyataannya, RHA tidak mempunyai pemerintahan sama sekali. Beliau adalah pemimpin spiritual tertinggi orang Dayak. Wilayahnya disebut Desan Sembilan Demung Sepuluh, akan tetapi bukan dalam arti wilayah sebuah negara. Wilayah tersebut lebih menunjukkan ikatan kultural yang mengakui beliau sebagai pemimpin adat tertinggi. Orang Dayak di wilayah Desa Sembilan Demung Sepuluh percaya bahwa RHA adalah orang yang ditakdirkan untuk menjamin nasib baik suku Dayak, terutama dalam kaitannyadengan kegiatan pertanian. Oleh sebab itu, penghormatan khusus selalu diberikan kepada RHA dengan menyebut namanya dalam setiap doa yang dilakukan orang Dayak dalam ritual-ritual.

Wilayah Desa Sembilan Demung Sepuluh sebenarnya meliputi seluruh pulau Kalimantan, termasuk Sarawak, Sabah dan Brunei Darussalam. Sembilan Desa tersebut adalah:
1. Buliq-Belantiq (sekarang di propinsi Kalimantan Tengah)
2. Puring-Katingan (juga di Kalimantan Tengah)
3. Kayung-Tayap (di Kabupaten Ketapang, KalBar)
4. Jalai-Pesaguan (di Kabupaten Ketapang, KalBar)
5. Jekaq-Laur (di Kabupaten Ketapang, KalBar)
6. Bilhaq-Krio (di Kabupaten Ketapang, KalBar)
7. Desa Darat Pantai Kapuas (sepanjang sungai Kapuas dan anak sungainya)
8. Mahap-Sekadau (sekarang Kabupaten Sanggau)
9. Sabah-Serawak (sekarang di Malaysia, termasuk Brunei Darussalam).

Meliau,- Rintik hujan di pagi hari tanggal 27 Oktober 2005, turut mengiringi pemakaman salah satu putra terbaik Kalbar yakni Panglima Burung di Taman Makam Pahlawan Meliau. Warga terlihat berjubel ikut mengantar kepergian Panglima Burung ke liang lahat.

Prosesi pemakaman Panglima Burung yang memiliki nama asli Burung Mansau kelahiran Merakai Panjang Kabupaten Kapuas Hulu itu, berlangsung dengan khidmat dibawah rintik hujan menyirami bumi pertiwi.

Panglima Suku Dayak yang dilahirkan pada tanggal 14 Nopember 1914 atau 91 silam tersebut, dikenal sebagai pejuang yang turut mengusir penjajah Jepang. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Meliau. Di tempat itu juga telah dimakamkan patriot bangsa lain yang dikenal dengan Pangsuma (namanya diabadikan menjadi nama Gedung Olah Raga Pangsuma di Pontianak,red). Hadir dalam pemakaman itu Bupati Sanggau, Dandim 1204 Sanggau, DPRD Sanggau, DPRD Provinsi Kalimantan Barat, jajaran PTP Nusantara 13, Muspika Kecamatan Meliau dan masyarakat.

"Panglima Burung pernah turut mengusir penjajah Jepang. Bahkan hingga akhir hayatnya, masih dipercaya turut membantu menangani masalah Kamtibmas berkaitan dengan peristiwa kerusuhan beberapa tahun terakhir ini. Termasuk ketika terjadi kerusuhan di Sampit," ujar Bernadus Tokoh Masyarakat Meliau mewakili pihak keluarga yang sedang berduka.

Sementara itu Camat Meliau Budi Suroso SSos mengatakan, bahwa Panglima Burung bukan hanya milik masyarakat Meliau, masyarakat Sanggau atau masyarakat Kalbar pada umumnya. Akan tetapi juga menjadi milik bangsa Indonesia karena jasa - jasanya terhadap bangsa ini.

Hal senada disampaikan Bupati Sanggau Yansen Akun Effendy, bahwa banyak yang bisa dicontoh pada diri Panglima Burung. Karena dia tidak mementingkan diri sendiri, kelompok atau golongan tertentu.

"Tetapi Panglima Burung lebih mengedepankan kepada kepentingan orang banyak," kata Yansen.

Sebelum dimakamkan, jenazah Panglima Burung terlebih darhulu disemayamkan di Yayasan Pemakaman Bhakti Karya. Setelah itu dibawa ke gereja katholik untuk disembahyangkan dengan dipimpin langsung Pastor Paroki Meliau P Yosef Gheru Kaka. Selanjutnya tanggal 27 Oktober 2005 jenazahnya diberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan diiringi masyarakat Meliau. (an)

<>Hari senin (2/03/08) berlangsung deklarasi pengurus Pemuda Asli Suku Kalimantan (PUSAKA) dan Pemuda Suku Asli Kalimantan (PASAK). Pelantikan pengurus periode tahun 2008 - 2012 ini berlangsung di Lapangan Bola Panglima Batur dan dihadiri oleh sekitar 3000 lebih simpatisan organisasi tersebut .

Selain simpatisan juga dihadiri oleh pengurus Pusaka Kaltim dan Pengurus Anak cabang di beberapa wilayah di Utara Kaltim. Juga tampak dari Polresta Tarakan, Kodim, DPRD dan Wakil Walikota Tarakan.

Yang mengejutkan para peserta dan para undangan adalah kehadiran Panglima Burung yang diapit oleh beberapa orang kepercayaannya. Dengan menggunakan pakaian kebesarannya dan bertopi mirip orang Eskimo mereka dijadikan tontonan yang menarik para peserta deklarasi.

Dalam sambutannya Wakil Walikota Tarakan H.M Thamrin AD, SH mengatakan keberadaan Pusaka dan Pasak adalah cermin keberagaman yang luhur dari Bangsa Indonesia. Ia menjadi perekat kebersamaan dalam rangka berbangsa dan bernegara .

Oleh karenanya ia mengingatkan agar kesatuan NKRI menjadi prioritas dan harus menjadi pilihan utama. Sudah banyak contoh permasalahan yang muncul adalah disebabkan ketidakkompakan dan mau menang sendiri. ”Itu harus dikikis habis dan utamakan persatuan dan kesatuan", tekan Wawali.

Sementara itu ketua PAC Pusaka Drs H. Masdar Zemy M.Si mengatakan keberadaan Pusaka dan Pasak memang lebih dititikberatkan pada pembinaan dan memuncul seni dan akar budaya. Dengan cara itu akan terjadi pencitraan yang positf terhadap organisasi. Ia setuju NKRI adalah merupakan sebuah keputusan yang final dan harus dijaga sekuatnya.
Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok panglima tertinggi masyarakat Dayak, Panglima Burung, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan.

Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati.

Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.

Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.

Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang.

Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.

Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.

Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.

Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.

Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.

Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya, tetap saja tidak dapat dibenarkan. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

3 komentar:

  1. Panglima Burung sangat sakti namun bijaksana

    BalasHapus
  2. Kesaktian panglima burung memang hebat, kunjungi blog saya www.goocap.com

    BalasHapus
  3. selamat malam Pak /suhu /datuk / itak
    saya urang tabalong asli.
    mohon bantuan nya di mana alamat orang bisa bantu
    ada orang yg mengganggu istri saya , sdh di nasehati , dan licik sekali
    saya mau buat orang ini lumpuh atau di butakan matanya
    mohon saran dan info di mana orang yg bisa bantu
    ini alamat email saya :rahman_saputra56@yahoo.co.id
    terimakasih , mudahan ada yg membantu saya lagi sakit hati dan di permalukan.

    BalasHapus

 
Copyright © 2013 DAYAK NEWS
Design by FBTemplates | BTT